Selasa, 06 April 2010

MUNCULNYA GEJALA PIKUN: KAUM MUDA VERSUS KAUM TUA

Dahulu gejala pikun dianggap hanya dialami oleh mereka yang sudah berusia lanjut. Tampaknya dengan semakin cepatnya laju kehidupan, gejala ini pun kini mulai ‘mewabah’ di kalangan usia yang lebih muda. Kita mungkin seringkali lupa tempat menaruh sesuatu barang, kronologi kejadian yang terjadi seminggu yang lalu, lupa jadwal kegiatan, ataupun bertanya pada orang yang sama mengenai hal yang sama pula berulang kali.

Dalam dunia medis, istilah pikun dikenal dengan nama demensia. Seseorang dikatakan mengalami demensia jika terjadi penurunan tingkat intelektualitas dan kemampuan kognitif yang cukup berat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Gangguan ini menyebabkan penderitanya tidak lagi dapat melakukan pekerjaan sehari-hari serta terganggunya aktivitas sosial.

Berdasarkan data di negara-negara maju, prevalensi demensia pada usia 65 tahun berkisar antara 5-10%. Setiap pertambahan usia kelipatan 5 tahun, prevalensi demensia semakin meningkat, di mana pada usia 70 tahun prevalensinya naik menjadi 10-20%, dan terus meningkat hingga pada usia di atas 80 tahun mencapai 40-50%. Semakin tua seseorang, semakin besar risiko menderita demensia.

Berdasarkan penelitian faktor risiko utama terjadinya demensia adalah usia lanjut. Faktor risiko lainnya adalah adanya riwayat infeksi dan cedera pada kepala, stroke berulang, dan berbagai penyakit degeneratif lainnya.

Penyakit Alzheimer yang disebabkan oleh proses degeneratif otak merupakan penyakit yang paling banyak menyebabkan gejala demensia atau pikun. Penyakit Alzheimer sendiri bisa disebabkan oleh adanya kelainan genetik. Gambaran patologis kematian selular pada penderita Alzheimer usia lanjut memiliki kesamaan dengan pasien sindrom Down. Pada sindrom Down, perkembangan otak tidak maksimal akibat terdapatnya kelainan pada kromosom 21 sehingga penderitanya lebih cepat mengalami kepikunan, umumnya pada usia lima puluh tahunan.

Pada penderita Alzheimer ditemukan kelainan gen pada kromosom 1, 14, 19. Seseorang yang diketahui mempunyai kelainan kromosom tersebut, mempunyai kemungkinan lebih besar menderita Alzheimer. Sayangnya, analisis kromosom tersebut memakan biaya yang mahal sehingga tidak dianjurkan dalam pemeriksaan rutin. Analisis kromosom dianjurkan jikan terdapat riwayat keluarga yang menderita Alzheimer.

Sebelum terjadi demensia, terdapat suatau keadaan yang disebut dengan MCI (mild cognitif impairment) yaitu gangguan kognitif yang ringan dan belum memenuhi kriteria pikun atau demensia. Pada keadaan tersebut, secara abnormal sudah terjadi gangguan kognitif dan daya ingat, akan tetapi penderitanya masih bisa bekerja dan melakukan aktivitas sosial dengan baik.

Kondisi seperti itu bisa mengarah pada terjadinya demensia, tetapi tidak mutlak semua orang yang mengalami MCI akan mengalami demensia. Kelompok MCI ini nantinya bisa saja berlanjut menjadi demensia, namun bisa juga membaik jika jika disebabkan oleh penyakit yang reversibel, seperti depresi dan pemakaian obat-obat tertentu. Ada berbagai kedaaan yang juga bisa menyebabkan MCI, salah satunya adalah depresi. Pada orang yang mengalami depresi bisa terjadi gangguan memori. Jika keadaan depresinya berhasil ditanggulangi, maka memori bisa normal kembali.

Sel otak normal pada usia 20-30 tahun sudah mengalami apoptosis (kematian sel), terutama sel-sel yang tidak atau jarang digunakan. Hal itu merupakan proses normal dan merupakan bagian dari proses penuaan. Akan tetapi gejala awal dari proses penuaan otak tersebut baru mulai terlihat pada usia 50 tahunan, di mana mulai ada perasaan sering lupa. Hal itu dinamakan age associated memory impairment (AAMI). Artinya, jika terlalu banyak informasi yang diterima, otak tidak dapat menyimpan seluruhnya. Sekali lagi, hal itu merupakan proses yang normal dan belum bisa dikatakan sebagai pikun atau demensia. Untuk mengetahui apakah kemampuan menyimpan informasi baru masih normal atau tidak, perlu dipastikan dengan pemeriksaan lebih lanjut.

Pada orang muda sebenarnya jarang sekali terjadi demensia. Jikalau ada, biasanya terdapat riwayat cedera kepala berat dan infeksi otak (ensefalitis) sebelumnya ataupun terdapat kelainan genetik seperti sindrom Down. Adapula pendapat yang menyatakan bahwa virus, polusi udara, dan makanan dapat menyebabkan demensia pada orang muda. Sejauh ini pendapat tersebut belum terbukti kebenarannya.

Pada demensia Alzheimer, mula-mula kerusakan terjadi pada daerah hipokampus, yaitu bagian otak tempat menyimpan informasi baru serta tempat mengumpulkan memori untuk disimpan ke berbagai bagian otak. Kerusakan di daerah hipokampus tersebut akan memberikan gejala awal demensia berupa gangguan memori baru. Sebagai contoh, jika penderita menanyakan sesuatu, sebentar kemudian penderita tersebut lupa pernah bertanya sehingga akan kembali menanyakan pertanyaan yang sama secara berulang. Perilaku yang lain yang sering terlihat adalah penderita seringkali kehilangan barang-barang. Hal itu disebabkan ketidakmampuan otak menyimpan informasi visual tempat penderita meletakkan barang. Seringkali penderita juga lupa apa yang hendak dilakukan atau tidak ingat rasa makanan yang baru dimakan.

Untuk mendiagnosis demensia pada usia lanjut, skrining dengan pemeriksaan yang disebut status mini mental sudah cukup dan dianggap sebagai pemeriksaan yang memang cukup tajam. Untuk usia muda bisa dilakukan tes memori khusus karena kebanyakan gangguan berupa MCI.

Uji yang paling sederhana untuk penyimpanan memori baru adalah dengan kemampuan mengingat 10 kata. Pada keadaan normal, pertama kali menghafal seseorang akan dapat mengingat 6-8 kata. Dua kali menghafal bisa mencapai 9 kata dan ketika diulang sampai tiga kali akhirnya akan bisa mengingat keseluruhan kata. Akan tetapi jika saat pertama hanya mampu mengingat 3 kata, setelah diulang hanya 4 kata dan sampai ketiga kali hanya mampu mengingat 5 kata dan tidak mencapai 10 kata, maka bisa dikatakan terdapat gangguan memori.

Pengobatan demensia yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat adalah obat-obat yang meningkatkan sistem kolinergik. Obat-obat yang meningkatkan sistem kolinergik tersebut bekerja dengan cara menghambat enzim pemecah asetilkolin. Asetilkonin merupakan suatu meurotransmiter yang berperan penting dalam fungsi otak yang diproduksi oleh sel-sel saraf di otak. Produksinya akan berkurang jika sel-sel otak mengalami degenerasi. Asetilkolin dipecah oleh suatu enzim menjadi asetil dan kolin. Dengan penghambatan pemecahan asetilkolin oleh obat-obat tersebut, diharapkan fungsi asetilkolin dapat dipertahankan lebih lama dan demensia dapat diatasi.

Pada penderita Alzheimer terdapat suatu zat beta amiloid yang bersifat toksik di otak yang akan merusak sel-sel saraf. Pada penderita Alzheimer, zat beta amiloid toksik dibuang ke pembuluh darah. Berbagai faktor risiko stroke seperti merokok, hipertensi, kolesterol tinggi, kurang olahraga dan aktivitas akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah sehingga beta amiloid yang harusnya cepat dibuang menjadi menumpuk dan merusak sel-sel saraf. Beta amiloid sendiri juga akan merusak pembuluh darah. Akan tetapi, sel-sel saraf yang aktif lebih mampu bertahan terhadap efek toksik dari beta amiloid tersebut dibandingkan sel-sel yang tidak aktif.

Terapi demensia lebih diarahkan pada berbagai program dan latihan yang bisa merangsang otak. Latihan yang dianjurkan harus disesuaikan dengan kondisi dan kultur masing-masing orang, misal jika menyenangi permainan catur maka penderita diajak untuk bermain catur sesuai hobinya agar dapat melatih otak. Jika penderita sudah tidak bisa berbicara tetapi kemampuan visuospasialnya masih bagus, dapat diberikan permainan balok. Penderita juga harus sering diajak bersosialisasi dengan orang banyak misalnya menghadiri pesta di mana mereka bisa berkenalan dengan dan berkomunikasi dengan orang lain. Akan tetapi pada keadaan yang sudah sangat berat, penderita biasanya lebih mudah depresi dan merasa kehilangan harga diri serta takut mendapat cemoohan dari lingkungan.

Pencegahan demensia ini sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Pencegahan bisa dilakukan dengan pengaturan pola makan yang sehat, olahraga teratur, serta menjaga kadar kolesterol darah tetap normal. Penderita hipertensi dan diabetes harus rajin melakukan kontrol penyakitnya.

Demensia atau pikun memang jarang terjadi pada orang muda yang normal (tanpa kelainan genetik). Akan tetapi berbagai keadaan dan kebiasaan sewaktu muda mempunyai kontribusi terhadap terjadinya gangguan ini di kemudian hari. Dengan demikian, akan jauh lebih baik jika kita melakukan pencegahan terhadap demensia sedini mungkin.

Daftar Pustaka

Anggraini D. Benarkah Pikun Bisa Menyerang Kaum Muda? Majalah Kesehatan Keluarga Dokter Kita, edisi 09 – THN III – September 2008

Martono HH, 2003. Gangguan Kesadaran dan Kognitif pada Usia Lanjut: Konfusio dan Demensia. Dalam (Darmojo RB, Martono HH, ed.) Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut), edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hlm. 172-190.

Setiati S, Harimurti K, Roosheroe AG, 2006. Geriatri: Demensia. Dalam (Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed.) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, hlm. 1364-1368.

Ditulis oleh: Meiustia Rahayu (Koordinator Bidang Ilmiah), Juni 2009