“Anak bukanlah dewasa mini!” Begitulah dr. Iskandar Syarif, Sp.A(K), Pembantu Dekan III Fakultas Kedokteran Unand, menyampaikan dalam mata kuliah Tumbuh Kembang Program S1 Pendidikan Dokter. Anak tentulah tidak sama dengan dewasa yang berukuran kecil. Bukan hanya ukuran yang menjadi pembeda antara anak dengan dewasa, tetapi juga fungsi tubuh. Satu hal yang paling menjelaskan fakta tersebut, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan fitur yang esensial membedakan anak dengan dewasa. Anak mengalami pertumbuhan, bahkan sudah dimulai sejak awal konsepsi, kemudian terus berlanjut sampai dengan ukuran tubuhnya sama dengan dewasa muda. Anak juga mengalami perkembangan melalui rangkaian proses pematangan fungsi, dari tingkat sel, jaringan, organ, sistem organ, sampai dengan kesatuan utuh tubuhnya.
Menurut Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Ph.D, Kepala Divisi Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM dalam Workshop Pediatric Nutrion Care pada 2 Agustus 2009 di Surakarta, terdapat beberapa parameter yang dapat diukur untuk menilai tumbuh kembang anak. Pertumbuhan anak dapat dinilai dari berat badan, panjang atau tinggi badan, dan lingkar kepala. Sementara itu, perkembangan anak dapat dinilai dari tiga aspek: fisik (motorik), kognitif, dan psikososial. Aspek fisik di antaranya kemampuan anak melakukan gerak kasar (merangkak, duduk, berdiri, berjalan) serta gerak halus (mengedip, menggambar). Aspek kognitif dapat dinilai dari bagaimana anak belajar merespon keadaan sekitar kemudian mengekspresikan suasana hatinya, sedangkan aspek psikososial dinilai dari perkembangan emosi, kepekaan sosial, dan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Nutrisi merupakan salah satu faktor lingkungan yang mendominasi proses tumbuh kembang anak. Selain itu, nutrisi berfungsi menyuplai kebutuhan energi bagi aktivitas sehari-hari, menjaga fungsi normal tubuh, serta terapi yang sangat menguntungkan dalam mencegah juga memulihkan penyakit anak. Kekurangan asupan nutrisi dapat menyebabkan gizi kurang (marasmus, kwashiorkor, marasmik kwashiorkor, defisiensi besi, dan sebagainya), sedangkan kelebihan asupan nutrisi dapat menyebabkan gizi lebih (overweight dan obesitas). Baik gizi kurang maupun gizi lebih, yang keduanya dikenal dengan istilah malnutrisi, menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan nutrisi anak. Oleh karena itu, asupan nutrisi yang cukup sangatlah penting untuk tumbuh kembang anak.
Dalam asuhan kesehatan anak (pediatric nutrition care), terdapat empat prinsip yang harus diaplikasikan dalam perawatan anak yang sakit: diagnosis, manajemen, asuhan nutrisi, dan rehabilitasi. Karena pentingnya asuhan nutrisi, dirumuskanlah pediatric nutrition care. Pediatric nutrition care (asuhan nutrisi pediatrik) bertujuan untuk mengenal, memahami, dan memanajemen variasi perubahan kebutuhan nutrisi anak pada tahap-tahap pertumbuhan anak dari neonatus sampai dewasa serta variasi kebutuhan nutrisi berdasarkan status gizi anak.
Terdapat lima langkah pediatric nutrition care yang harus ditempuh. Pertama, penilaian status gizi anak berdasarkan berat badan sesuai umur, tinggi badan sesuai umur, dan berat badan sesuai tinggi badan. Kedua, perhitungan kebutuhan nutrisi anak sesuai dengan usia dan status gizinya. Ketiga, penentuan jalur pemberian makanan (oral, parenteral, dan sebagainya). Keempat, pemilihan jenis, variasi, dan jumlah masing-masing makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan nutrisinya. Kemudian yang terakhir, pemantauan tumbuh kembang anak setelah pemberian nutrisi tersebut.
Sekretaris IDAI Wilayah Surakarta, dr. Endang Dwi Lestari, M.PH, Sp.A(K) dalam workshop tersebut menjelaskan pentingnya ASI eksklusif selama enam bulan pertama. “Cukup ASI saja sampai dengan enam bulan!” Hal yang sama persis ditekankan oleh dr. Eka Agustia Rini, Sp.A dari Subbagian Endokrinologi dan Metabolisme Anak RSUP Dr. M. Djamil Padang. ASI sangatlah cukup memenuhi kebutuhan bayi sekaligus membantu dalam pematangan saluran pencernaan bayi tersebut, terkecuali untuk bayi dengan kelainan bawaan seperti malabsorbsi glukosa yang membutuhkan makanan yang lebih mudah diserap tubuh. Setelah enam bulan, makanan pendamping ASI dapat diberikan, diawali dengan makanan yang lunak seperti tepung beras yang dicairkan dengan ASI sampai dengan pemberian bubur tim. Selanjutnya setelah berusia satu tahun, anak dapat makan layaknya dewasa. Hal penting dalam pemberian makanan pendamping ASI tersebut yaitu diversifikasi makanan dan pemilihan makanan sesuai kegemaran anak.
Di akhir sesi pembahasan, Dr. dr. Damayanti, Sp.A(K), Ph.D mengenalkan suatu kasus gizi buruk yang kebetulan waktu itu dirujuk dari Kota Padang. Anak yang menderita marasmus tersebut memiliki status gizi yang sangat buruk dan dengan melihat keparahan kondisinya, sulit rasanya untuk disembuhkan. Akan tetapi dengan asuhan nutrisi yang baik selama satu tahun, anak tersebut pulih dari penyakitnya dan tumbuh dengan sehat. “Menjadi dokter yang sukses tidaklah perlu memiliki uang yang banyak, bukan pula memiliki uang yang banyak untuk alat-alat yang canggih. Akan tetapi, jadilah dokter yang sukses dengan memulai mengaplikasikan ilmu sebaik mungkin dalam masyarakat dari sekarang, dari hal-hal yang tampak kecil dan sepele. Dengan menerapkan pediatric nutrition care saja di lingkungan sekitar, Anda dapat menyelamatkan bangsa Indonesia!” Demikian dr. Damayanti mengobarkan semangat audiens yang terdiri dari dokter spesialis anak, residen, dokter, dan mahasiswa kedokteran se-Indonesia.
Sebagai mahasiswa kedokteran, layaknya kita bangga. Sedikit perhatian kita terhadap asuhan kesehatan anak sangat berarti bagi masa depan bangsa kita. Bagaimana tidak? Anak adalah generasi emas bangsa, pediatric nutrition care adalah langkah awal menyelamatkan generasi emas tersebut, dan kita adalah pelaksananya: dokter masa depan!
Ditulis oleh: Meiutia Rahayu, 11 September 2009